Evaluasi pemanjatan pada saat istirahat di tebing / foto mapala upn jogja |
GALIA NEWS - Jogja, Apakah seperti burung elang bersarang di dinding tebing? Apakah seperti cicak yang menempel di tembok rumah? Atau seperti kelelawar yang bergantung terbalik di dahan pohon atau atap goa? Sama sekali bukan seperti itu.
Tidur menggantung yang dilakukan oleh para pemanjat Mapala UPN tetap membutuhkan alat tambahan berupa kain lembaran yang panjangnya sekitar 1,5 - 2 meter yang telah dimodifikasi dengan tambahan tali weebing dan terikat diujung-ujungnya, sehingga posisi tidur istirahat pemanjat tetap bisa normal bersandar, alat tambahan ini bernama hammock.
Bagi para pemanjat tebing istilah tidur menggantung biasa disebut dengan istilah hanging bivouac. Dimana teknik ini digunakan agar dapat mengefisienkan waktu yang dibutuhkan untuk operasional pemanjatan. Karena dari pada tim pemanjatan harus turun ke dasar tebing untuk tidur istirahat dan keesokan harinya harus naik ke posisi terakhir untuk melanjutkan pemanjatan, tentu saja akan membuang waktu yang cukup banyak. Sehingga hanging bivouac dirasa teknik yang paling tepat jika sebuah pemanjatan tebing membutuhkan waktu beberapa hari untuk sampai ke puncak tebing.
Lalu pertanyaan selanjutnya apakah nyaman dengan posisi tidur menggantung? Jawabannya tentu tidak nyaman, karena jika bicara nyaman tentu saja berada di kamar yang hangat dan berselimut tebal. Namun di dunia petualangan pada umumnya atau panjat tebing pada khususnya, kondisi nyaman dinomor dua kan, dan yang utama adalah aman, karena tujuan berpetualang ke alam bebas bukanlah puncak gunung, top tebing, finish jeram atau dasar goa, tapi tujuan utamanya adalah selamat. Selamat sampai kembali ke rumah, selamat bertemu keluarga dan bisa bercerita tentang indahnya karunia alam dari Tuhan Yang Maha Esa. (Wd)